JAKARTA – Melalui persidangan yang digelar secara daring, Selasa (5/9/2023) Harry Pratama meminta agar Mahkamah Konstitusi (MK), menyatakan materi muatan Pasal 34 ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (UU Adminduk), inkonstitusional bersyarat.
Dihadapan Majelis Hakim Konstitusi yang dipimpin oleh Enny Nurbaningsih, Harry menceritakan kasus yang dialaminya saat mengajukan Pencatatan Kependudukan untuk Pembuatan Akta Lahir Anaknya di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota (Disdukcapil). Salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam penerbitan Akta Lahir adalah adanya Akta Nikah orang tua dari anak tersebut yang telah tercatat di Disdukcapil setempat.
Dikatakannya, jika warga beragama Islam hanya perlu melampirkan Buku/Akta Nikah dari KUA Kecamatan akan langsung diproses dan dilakukan Pencatatan Kependudukan Akta Lahir. Sedangkan bagi warga non-muslim harus membuat Akta Nikah Sipil lagi dari Disdukcapil. Menurut instansi terkait, pernikahan/pemberkatan yang dilakukan tersebut hanya sebagai bukti warga tersebut menikah, tetapi tidak resmi di Pemerintah.
Sehingga Harry meminta MK, agar memberikan tafsir konstitusional sepanjang Pasal 34 ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) UU Adminduk, yakni Buku/Akta Nikah dari KUA Kecamatan/Gereja/Vihara/Pura harus diakui sah sebagai bukti pernikahan sipil oleh Disdukcapil setempat, sebut Harry yang membacakan tuntutannya secara daring dari Pematang Siantar.
Terhadap permohonan tersebut, Enny meminta agar Pemohon memberikan argumen yang jelas pada bagian posita atas norma yang diujikan yang berkaitan dengan norma umum. “Adakah persoalan norma yang diujikan ini dengan Pasal 28D dan Pasal 29 ayat (2) UUD 1945. Jangan-jangan ini persoalan implementasi norma yang dialami Pemohon saja dalam pencatatan akta ini,” jelas Enny.
Pada akhir persidangan, Harry diberi kesempatan untuk memperbaiki permohonannya selama 14 hari dan menyerahkan ke MK selambat-lambatnya Senin, 18 September pada 2023 pukul 09.00 WIB.