JAKARTA – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mendorong aparat penegak hukum (APH) dapat mengusut tuntas kasus kekerasan seksual pada anak (7) yang terjadi di Kabupaten Buleleng, Bali. Para pelaku yang terdiri dari 3 orang dan saat ini telah ditahan dan ditetapkan tersangka oleh Polres Buleleng dapat dijerat hukuman sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Kami turut prihatin terhadap anak korban yang mengalami kekerasan dan pelecehan seksual. Hasil koordinasi Tim Layanan SAPA129 KemenPPPA dengan P2TP2A Kabupaten Buleleng bahwa pelaku kesatu dan kedua merupakan kakek korban, sedangkan pelaku ketiga merupakan tetangga. Ketiga pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka saat ini oleh pihak Polres Buleleng,” ujar Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar.
Kasus ini terdeteksi awal dari indikasi penyakit kelamin yang dialami korban. Korban kemudian dibawa ke bidan setempat dan mendapat rujukan untuk melakukan visum di Rumah Sakit. Hasil visum forensik membuat orang tua melaporkan temuan tersebut ke unit PPA Polres Buleleng. Dari hasil pemeriksaan dan penyelidikan awal dengan sejumlah saksi, korban diduga disetubuhi sebanyak 5 kali di salah satu desa dan dua terduga pelaku lainnya melakukan persetubuhan dan pencabulan di dua tempat dan kejadian berbeda.
“Untuk kondisi terkini dari anak korban, secara fisik ada indikasi penyakit kelamin. Kondisi psikis korban dari asessmen awal diduga korban ada gangguan perilaku pasca kejadian. Sampai saat ini korban masih dalam proses pendampingan P2TP2A Kab. Buleleng untuk memastikan kondisi psikisnya. KemenPPPA akan terus mengawal kasus ini,” tambah Nahar.
KemenPPPA bersama P2TP2A Kab. Buleleng akan terus memastikan korban mendapat layanan yang sesuai dan yang dibutuhkan. Salah satunya adalah layanan pendampingan hukum dari P2TP2A Kab. Buleleng bagi korban.
“P2TP2A Kab. Buleleng telah memberikan layanan pendampingan konseling dan psikologis oleh psikolog dan mengupayakan penempatan sementara kepada korban. Kami mengapresiasi tindakan cepat dan sigap yang dilakukan P2TP2A Kab. Buleleng serta Polres Buleleng dalam merspon serta menangani kasus ini,” jelas Nahar.
KemenPPPA berharap para pelaku apabila terbukti telah melakukan tindak pidana persetubuhan terhadap korban, di pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun. “Terdapat ketimpangan relasi kuasa yang nyata antara para pelaku dan korban. Salah satu pelaku yang merupakan kakek dari korban memungkinkan korban tidak memiliki kuasa untuk melawan tindakan yang dilakukan oleh pelaku terutama jika dilakukan dibawah ancaman atau bujuk rayu,” tutur Nahar.
Dua diantara tiga pelaku yang melakukan persetubuhan dapat dikenai tindakan berupa kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik. Sedangkan pelaku yang melakukan tindak pidana pencabulan terhadap anak korban diancam pidana paling lama 15 (lima belas) tahun. Dan karena pelaku juga masih termasuk kerabat dekat korban, hukumannya dapat ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidananya.
Nahar menambahkan dibutuhkan assesmen lanjutan terhadap kondisi lingkungan sekitar korban untuk nantinya dapat dilakukan upaya sosialisasi pencegahan agar kejadian serupa dan potensi-potensi perilaku beresiko di lingkungan masyarakat dapat dideteksi dini serta mendapat pengawasan bersifat komprehensif.
“Seluruh pihak harus bersama-sama memberikan pengawasan dan perlindungan terhadap anak-anak yang ada di lingkungannya. Kami berharap korban dan keluarganya tidak mendapat stigma dari masyarakat. Kepada keluarga kami juga berharap dapat memberikan dukungan sosial terhadap korban selama proses pemulihan agar korban dapat kembali menjalani aktivitasnya,” terang Nahar.