JAKARTA – Pemprov DKI Jakarta melakukan berbagai upaya untuk mengatasi penurunan kualitas udara. Salah satunya dengan menggunakan pompa bertekanan tinggi (water mist generator) buatan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Upaya ini merupakan pilot project yang uji cobanya sudah dilakukan atas inisiasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI yang didukung PT Pertamina (Persero) pada 27 Agustus lalu di Gedung Kantor Pusat Pertamina, Jakarta Pusat.
Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Erni Pelita Fitratunnisa mengatakan, berdasarkan hasil riset, upaya ini dapat menurunkan kadar PM 2,5 di sekitar area uji. PM 2,5 sendiri merupakan jenis partikel yang menjadi acuan untuk diukur oleh seluruh negara berpolusi udara tinggi di dunia.
“Ini teknologi yang dikembangkan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Jadi sebenarnya ini sudah pernah diuji coba tahun 2019. Nah, kalau menurut info dari BRIN, ini operasinya sehari dua kali, dengan durasi tiap sesinya selama empat jam dan jeda waktu antar-sesi 30 menit sampai 1 jam,” ujar Erni.
Ia menjelaskan, tidak ada bahan lainnya dalam air yang disemprotkan. Sebanyak 5-10 liter air per menit disemprotkan oleh alat yang dipasang di atas gedung tinggi. Penyediaan alat penyemprotan kini sedang diupayakan oleh BRIN dengan banyak permintaan dari berbagai pihak.
Erni mengharapkan kesediaan gedung-gedung tinggi di Jakarta, baik kantor pemerintahan, seperti kantor Wali Kota, rumah sakit umum dan daerah, hingga kantor swasta yang memiliki rooftop dan memungkinkan bisa melakukan hal serupa. “Selain itu harapannya ada peran dari gedung-gedung swasta atau komersial, terutama di kawasan Sudirman dan Thamrin,” tambahnya.
Menurutnya, upaya yang tengah dilakukan akan dievaluasi lebih lanjut. Namun, ada beberapa kriteria yang harus dilakukan para petugas untuk menerapkan metode tersebut. Salah satunya adalah gedung harus memiliki ketinggian lebih dari 20 meter dan kurang dari 200 meter.
“Kalau kurang dari 20 meter itu tidak efektif dalam menyerap polutan atau membuyarkan polutan yang mencemari lingkungan udara. Kalau lebih dari 200 meter itu harus dikaji, dilakukan uji coba lagi, sepertinya belum pernah dilakukan jadi yang saat ini dilakukan adalah range 20-200 meter,” jelasnya.