Jakarta – Pemerintah tetap memberlakukan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun 2023, yang mengatur kebolehan bagi pengusaha untuk membayar upah kepada pekerjanya sebesar tujuh puluh lima persen dari upah minimum yang berlaku. Peraturan yang diteken pada tanggal 7 Maret 2023 tersebut, juga mengatur penerapan jam kerja kurang dari tujuh jam kerja perharinya.
Meskipun kriteria perusahaan yang dapat menerapkan aturan itu dibatasi, yakni hanya untuk jenis usaha tekstil, alas kaki, kulit, furnitur dan mainan anak yang berbasis ekspor ke Amerika dan Eropa, namun peraturan menteri tersebut dapat saja dipraktekkan oleh perusahaan-perusahaan lain.
Tidak sedikit pihak yang mengkritik kebijakan tersebut, selain karena khawatir tidak terawasi dengan baik, peraturan menteri itu dianggap telah bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan diatasnya. Sehingga beberapa pihak meminta agar Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mencabutnya.
Disisi lain, pemerintah menilai, kebutuhan untuk mempermudah pengusaha berjenis usaha tekstil, alas kaki, kulit, furnitur dan mainan anak berbasis ekspor sebagai perusahaan padat karya, perlu dilakukan. Karena jenis usaha tersebut, memiliki jumlah tenaga kerja yang tidak sedikit, sehingga dapat berakibat pada kerentanan pemutusan hubungan kerja yang terjadi sebagai dampak perubahan perekonomian global.
Dikatakan oleh Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Binwasnaker dan K3) Kementerian Ketenagakerjaan, Haiyani Rumondang, sebagai tindak lanjut penerapannya, pengawas ketenagakerjaan yang ada di pusat maupun daerah, memiliki kewajiban dalam memastikan adanya kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja.
Haiyani menekankan, pengawas ketenagakerjaan harus melakukan pemeriksaan apakah perusahaan yang menyesuaikan waktu kerja dan pengupahan telah mempunyai bukti pencatatan kesepakatan dari Disnaker kabupaten/kota atau belum. “Jadi ketika kita lakukan pemeriksaan dan menerima pengaduan, tentu kita harus melihat bukti pencatatan dari Disnaker kabupaten/kota. Kalau tidak memiliki bukti pencatatan, kita wajib melarang untuk menyesuaikan waktu kerja dan pengupahan,” katanya, Jum’at (24/03/2023).