JAKARTA – Dalam rangka memperingati hari Pekerja Rumah Tangga (PRT) Nasional pada 15 Februari esok, Komisi Nasional Perempuan terus berupaya untuk mendorong pengakuan dan pelindungan terhadap PRT dengan cara mengesahkan Rancangan Undang-Undang Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) yang telah memasuki tahun ke 20.
Sebagai informasi, RUU PPRT diajukan sejak tahun 2004 dan berbagai dorongan dari masyarakat sipil lewat berbagai eskalasi gerakan telah dilakukan, namun hingga kini RUU PPRT belum juga disahkan bahkan belum dibahas dalam tahap pembahasan Tingkat I.
Komisioner Tim Perempuan Pekerja Komnas Perempuan Tiasri Wiandani menyampaikan bahwa tahun 2024 menjadi titik kritis pembahasan RUU PPRT karena jika pada tahun ini tidak ada yang dibahas dan disepakati di dalam pembahasan Tingkat I DPR RI, maka RUU PPRT akan menjadi non-carry over.
“Sehingga kita harus memulai dari nol untuk pengusulan RUU PPRT ke dalam proses legislasi,” ujarnya, Selasa (13/02/2024).
Kondisi kekerasan yang dialami pekerja rumah tangga juga semakin memburuk. Berdasarkan data JALA PRT, pada 2018-2023 terdapat 2.641 kasus kekerasan kepada pekerja rumah tangga. Mayoritas kasus berupa kekerasan psikis, fisik, dan ekonomi dalam situasi kerja. Sejumlah PRT mengalami upah tidak dibayar (2-11 bulan gaji), dipecat, atau dipotong upah oleh majikan ketika sakit dan tidak dapat bekerja.
Pada saat sakit, PRT tidak dapat mengklaim jaminan kesehatan, sering tidak ada kenaikan upah meskipun telah bekerja bertahun-tahun, serta tidak ada pesangon ketika mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Dalam penegakan hukum kasus kekerasan terhadap PRT, hanya 15 persen pelaku yang mendapat hukuman sesuai dengan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), selebihnya pelaku mendapat hukuman ringan atau bebas.
Kondisi buruk terus dialami oleh pekerja rumah tangga karena tidak diakuinya sebagai rumpun pekerja yang berhak mendapat hak asasi dan pelindungan dalam berbagai kebijakan nasional menyangkut ketenagakerjaan. UU PKDRT yang telah disahkan sejak 2004 dalam implementasinya belum mampu memberikan pelindungan terhadap Pekerja Rumah Tangga atas pelanggaran hak yang dilakukan oleh pemberi kerja.